Merumuskan Sosiologi Gender Minahasa
Oleh: Riane Elean
PERBEDAAN konsep sosiologi gender memang
masih sering menimbulkan debat sampai kini. Paling tidak, berbagai teori
feminis kontemporer yang pernah dirumuskan dapat dikelompokkan dalam empat
kategori cara pandang:
1. Perbedaan Gender
Feminisme Kultural: Memusatkan perhatian pada
eksplorasi nilai-nilai yang dianut perempuan, yaitu bagaimana mereka berbeda
dari laki-laki. Penganut teori menentang argumen esensialis tentang perbedaan
gender yang tidak dapat diutak-atik, yang mula-mula digunakan untuk melawan
perempuan dalam diskursus patriarkal, bahwa perempuan lebih rendah dari
laki-laki. Penganut teori ini justru memuji aspek positif hal yang dipandang
sebagai karakter perempuan seperti kerja sama, belas kasih, pasifime, dan tanpa
kekerasan menyelesaikan konflik.
Peran Institusional: teori ini
mengemukakan bahwa perbedaan gender berasal dari perbedaan peran yang dimainkan
laki-laki dan perempuan dalam berbagai latar institusional. Yang paling
menentukan perbedaan ini diyakini sebagai pembagian kerja secara seksual yang
mengaitkan perempuan pada fungsi sebagai istri, ibu, dan pekerja rumah tangga
(pada wilayah privat dan keluarga), sehingga perempuan memiliki perbedaan
peristiwa dan pengalaman dengan laki-laki.
Analisis Eksistensial dan Fenomenologis:
memusatkan perhatian pada teori perempuan sebagai "yang lain" dalam
kebudayaan yang diciptakan laki-laki. Dunia dianggap telah berkembang dari
kebudayaan yang diciptakan laki-laki dengan mengasumsikan bahwa laki-laki
adalah subjek.
2. Ketimpangan Gender
Feminisme Liberal: perempuan dapat
menklaim kesetaraan dengan laki-laki berdasarkan kemampuan hakiki manusia untuk
menjadi agen moral yang menggunakan akalnya, bahwa ketimpangan gender adalah
akibat dari pola pembagian kereja yang seksis dan patriarkal, dan bahwa
kesetaraan gender dapat dihasilkan dengan mentransformasikan pembagian kerja
melalui pemolaan ulang institusi-institusi kunci: hukum, kerja, keluarga,
pendidikan dan media
3. Penindasan Gender
Feminisme Psikoanalitis: melihat
patriarki sebagai sistem yang sengaja diciptakan dan dipertahankan oleh
laki-laki dalam tindakannya sehari-hari untuk menundukkan perempuan.
Feminisme Radikal: menganggap bahwa
peremuan memiliki nilai mutlak positif sebagai perempuan, keyakinan yang
berlawanan dengan apa yang mereka klaim sebagai perendahan secara universal
terhadap perempuan. Bahwa perempuan di mana pun berada senantiasa tertindas
secara kejam oleh sistem patriarki.
4. Penindasan Struktural
Feminisme Sosialis: analisis utama
mereka bukanlah ketimpangan sosial, melainkan jalinan erat dari begitu banyak
ketimpangan sosial. Mereka mengembangkan potret organisasi sosial tempat di
mana struktur publik ekonomi, politik, dan ideologi berinteraksi dengan proses
privat reproduksi, domestisitas, seksualitas, dan subjektivitas manusia untuk
melestarikan beragam sistem dominasi.
Teori interseksionalitas: teori ini
diawali dari pemahaman bahwa perempuan mengalami pendindasan dalam berbagai
konfigurasi dan dalam berbagai tingkat intensitas. Kendati semua perempuan
secara potensial mengalami penindasan berdasarkan gender, perempuan pun secara
berbeda-beda tertindas oleh beragam interseksi tatanan ketimpangan sosial
(vektor penindasan dan hak istimewa), yang tidak hanya termasuk gender namun
juga kelas, ras, lokasi tertentu di belahan bumi, preferensi seksual dan usia.
Pertanyaan sekarang adalah pengetahuan atau definisi
siapa yang benar dan harus diaplikasi? Barangkali solusi untuk ini adalah
mencari, merumuskan dan menyajikan sintesis gagasan atau mencari teori
integratif dari beragam teori feminis yang ada.
Berdasarkan kategorisasi di atas dapat
disimpulkan beberapa hal terkait sosiologi pengetahuan perempuan:
1. ia selalu diciptakan dari sudut
pandang aktor yang ada di dalam kelompok yang memiliki kedudukan berbeda di
dalam struktur sosial;
2. ia selalu parsial dan sarat
kepentingan, tidak pernah menyeluruh dan objektif
3. ia dihasilkan di dalam dan di
berbagai kelompok, dan pada batas-batas tertentu, antar aktor di dalam kelompok
4. ia selalu dipengaruhi oleh relasi
kekuasaan: apakah dirumuskan dari sudut pandang yang mendominasi maupun
subordinasi.
Dengan demikian, untuk merumuskan
sosiologi dari sudut pandang perempuan, laki-laki atau gender- gender lainnya
maka langkah pertama yang wajib dituntaskan adalah membahas apa yang dimaksud
dengan "sudut pandang" perempuan, laki-laki atau gender lainnya itu
sendiri. Karena sudut pandang adalah produk kolektivitas sosial yan memiliki
sejarah memadai dan kesamaan situasi sehingga mampu membentuk suatu pengetahuan
bersama tentang relasi sosial. Barangkali kita masih berada pada titik
pencarian apa yang disebut dengan "teori integratif' tersebut. Barangkali
apa yang bisa kita pelajari dari bahasan singkat ini bisa memberi kontribusi
dalam proses penemuan itu. Dari catatan ini, ada tiga aspek yang perlu
dipertimbangkan:
1. Hubungan penguasaan: terkait dengan aktivitas
sosial kompleks yang terkait satu dengan yang lain, yang mengontrol produksi
manusia.
2. Aktualitas lokal pengalaman hidup:
terkait dengan tempat beberapa orang secara aktual (duduk, membaca, menulis,
dsb)
3. Teks, yang dicirikan oleh anonimitas,
generalitas, dan otoritas esensial: teks didesain untuk memolakan dan
menerjemahkan kehidupan nyata, pengalaman spesifik, menjadi bentuk bahasa yang
bisa diterima bagi hubungan penguasaan.
Tiga aspek di atas harus dipelajari
sebagai tindakan, hubungan, dan kerja subjek manusia yang ada di dalamnya.
Sinergi tiga poin itu akan sangat menentukan bagaimana interaksi antar
elemen-elemen struktur dalam masyarakat itu berpadu.
Catatan untuk Minahasa:
Relasi sosial Tou (perempuan, laki-laki
dan gender lainnya) di Minahasa bersifat khas dan tidak bisa digeneralisir.
Identitas Minahasa turut dibentuk oleh pengalaman historis, Karakteristik
budaya, tatanan geopolitik, termasuk tantangan dan peluang yang berlangsung
dinamis. Sehingga konsep sosiologi gender Minahasa seharusnya merupakan rumusan
yang ditarik dari karakteristik tersebut.
Ke arah mana citra sosiologi gender
Minahasa akan di bawah sangat tergantung juga dari penguasa (sistem dominan),
interpretasi dan aktualisasi subjektif terhadap berbagai hal, dan media
propaganda.
Kesadaran kolektif orang Minahasa adalah
bahwa kita (Tou Minahasa) adalah "esa ene" yang religius dan
egaliter. Upaya aktualisasi kesadaran kolektif dalam sistem dominan,
interpretasi subjektif dan propaganda adalah tanggung jawab bersama, sehingga
"sosiologi gender" kita benar-benar Minahasa dan fungsional.
Bahan
Bacaan:
Darwin, Muahdjir M. 2005. Negara dan Perempuan: Reorientasi Kebijakan
Publik. Yogyakarta: Media Wacana
Hubeis, Aida Vitayala S. 1996.
"Dimensi Gender dan Demokratisasi" dalam Merebut Masa Depan. Jakarta:
PT. Amanah Putra Nusantara
Ritzer, George
& Douglas J. Goodman. 2008. Teori
Sosiologi: Dari Teori Sosiologi Klasik Sampai Perkembangan Mutakhir Teori
Sosial Postmodern. Yogyakarta: Kreasi Wacana
----------------------------------------------------.
2007. Teori Sosiologi Modern.
Jakarta: Prenada Media Group
Sihab, Quraish. 1996. "Dimensi
Gender, Konsep Keluarga dan Demokratisasi" dalam Merebut Masa Depan.
Jakarta: PT. Amanah Putra Nusantara
Taulu, H. M. 1981. Sejarah dan Anthropologi Budaya Minahasa. Manado: Toko Buku Tunas
Harapan.
0 komentar:
Posting Komentar