Topik ini menjadi perhatian dan pembahasan dalam diskusi yang diselenggarakan oleh Program Studi Sosiologi Agama, Fakultas Seni dan Ilmu Sosial Keagamaan, IAKN Manado bersama dgn PUKKAT, Sabtu, 16 Juli 2022.
Menarik bahwa studi Feminisme, selain menjadi mata kuliah wajib di IAKN, lembaga ini juga mulai membangun kerjasama dengan PUKKAT dalam kajian serta kerja-kerja riset ke depan seputar isu-isu terkait.
Diskusi yang mengangkat tema "Negosiasi Perempuan dalam.Gereja" menyorot beberapa poin penting, yang dimulai oleh Sdri Lidya Kandowangko (Kaprodi Sosiologi Agama, IAKN), yang menyampaikan paparan dari hasil risetnya tentang perempuan di kepulauan. Dilanjutkan oleh Sdri Riane Elean, yg menggali posisi dan peran-peran publik perempuan dalam struktur sosio-kultural Minahasa.
Sebagai pemantik terakhir, saya mencoba menyorot beberapa upaya negosiasi perempuan di tengah dominasi maskulinitas misi awal kekristenan di tanah Minahasa, serta peran perempuan dalam gereja kini.
Kerap kita mengatakan bahwa patriarki mulai menguat dalam sturktur sosial di tanah Minahasa sejak kedatangan agama Kristen bersamaan dgn kolonialisme. Namun, sekental apa pun sistem ini melembaga, peran misional perempuan pada masa itu mampu menciptakan ruang-ruang negosiasi bagi perjuangan keadilan & kesetaraan gender, utamanya dalam mengakses hak literasi serta hak politik perempuan, tetapi juga dalam berkontribusi bagi perubahan struktur sosial, bahkan dalam sejarah perjuangan kemerdekaan.
Pertanyaan bagi kita sebagi auto-kritik adalah apakah peran-peran kita, perempuan- perempuan (dalam) gereja kini, juga terarah untuk menciptakan ruang-ruang negosiasi mewujudkan gereja yg inklusif, humanis, adil gender, serta berperspektif ekologis ... atau hanya sekedar raih kuasa & dapat jabatan titik.
Oya, di sela-sela diskusi, masih juga terdengar suara sumbang, kata-kata yang diulang-ulang oleh para patriarkh yang terlena dengan romantisme masa lalu budaya Minahasa yang egaliter. Itu dulu, bukan fakta hari ini di sini, yang marak dengan tindak kekerasan dan ketidakadilan terhadap perempuan. Inses, apalagi, merupakan fenomena ril di sekitar kita. Ironisnya masih ada orang denga entengnya mengatakan "itu fenomena global," tanpa sedikit pun memperlihatkan rasa keprihatinan dan kepedulian terhadap begitu banyak korban berjatuhan.
Untuk itu langkah yang dikerjakan oleh PUKKAT & IAKN diharapkan akan terus berlanjut dgn aksi-aksi konkrit, dan bersama dgn lembaga-lembaga advokasi terkait lainnya, kiranya akan memperkuat perjuangan bersama bagi pembebasan dan transformasi (Ruth Ketsia Wangkai)
0 komentar:
Posting Komentar