Senin, 07 Oktober 2024

Debat

Riane Elean



Tahun 1858, Abraham Lincoln dan Stephen A. Douglas terlibat suatu perang argumen dalam serangkain debat untuk pemilihan kursi Senat. Isu utama yang memicu perdebatan adalah perluasan perbudakan ke wilayah-wilayah baru Amerika Serikat yang belum menjadi negara bagian. Lincoln dari Partai Republik, Douglas dari Partai Demokrat. 

Lincoln antara lain menegaskan dalam debat itu:

"Sebuah rumah yang terpecah tidak dapat bertahan. Saya percaya bahwa pemerintahan ini tidak dapat bertahan jika sebagian besar mendukung perbudakan dan sebagian lagi bebas."

Douglas menegaskan, "Jika rakyat Kansas menginginkan negara bagian yang mendukung perbudakan, itu adalah hak mereka berdasarkan Konstitusi, dan tidak ada kekuatan di dunia yang dapat menolak hak tersebut."

Serangkaian perdebatan panas antara Douglas vs Lincoln dikenal dengan Lincoln-Douglas Debates. 

Debat kemudian menjadi bagian dari demokrasi modern yang rasionalistis. Kata "debat" berasal dari bahasa Latin debattere, yang terdiri dari dua bagian: de- (yang berarti "ke bawah" atau "dari") dan battere (yang berarti "memukul" atau "mendorong"). Secara harfiah, debattere berarti "bertarung" atau "berdebat secara sengit." Dalam bahasa Prancis Kuno, kata ini berubah menjadi debatre, dan kemudian diserap ke dalam bahasa Inggris sebagai debate. Arti kata ini mengandung makna perlawanan atau perbedaan pendapat yang aktif, yang kemudian berkembang menjadi bentuk diskusi formal tentang berbagai topik.

Debat mesti panas, tapi rasional. Mesti saling mendikte, tapi fokus pada substansi. Debat semacam ini sebenarnya perkembangan dari tradisi demokrasi Yunani klasik. Di forum "Ekklesia", majelis umum debat menjadi bagian penting untuk merumuskan dan memutuskan kebijakan politik. Seorang pendebat mesti menguasai ilmu retorika. 

Retorika adalah ilmu tentang seni berbicara dan menulis secara persuasif. Tujuan utamanya adalah untuk menyakinkan publik mengenai suatu paham pemikiran atau argumentasi. Aristoteles, menulis buku berjudul "Rhetoric". Menurutnya, retorika adalah "kemampuan untuk menemukan cara-cara persuasi yang tersedia dalam setiap situasi." Ia mengidentifikasi tiga komponen utama dalam retorika, yaitu:

Ethos atau kredibilitas atau karakter dari pembicara. Dalam retorika, penting bagi pembicara untuk menunjukkan bahwa ia memiliki otoritas dan bisa dipercaya oleh audiens.

Pathos adalah upaya untuk memengaruhi emosi audiens. Dengan menggunakan pathos, pembicara atau penulis mencoba membuat pendengar atau pembaca merasa terhubung secara emosional dengan pesan yang disampaikan.

Logos, atau logika adalah alasan yang mendasari argumen. Ini melibatkan penggunaan bukti, data, atau penalaran yang jelas dan logis untuk mendukung poin yang disampaikan.

Jadi, dalam tradisi politik modern, debat adalah praktik komunikasi politik, dan retorika adalah ilmunya. Suatu debat politik mesti retoris. Ia mesti menjadi cara untuk menyakinkan publik secara diskursus. Bahwa ada masalah publik yang mesti dipahami secara mendalam, ada kritik yang mesti tajam atas upaya-upaya politik yang sudah, dan sementara dilakukan, dan ada solusi konstruktif yang ditawarkan. 

Paling sederhana, debat mestinya adalah cara untuk menunjukkan kemampuan politik kepada publik. Publik yang menyaksikan, mestinya juga mengikuti setiap argumen secara kritis untuk kemudian nanti tiba pada penilaian dan sikap politik. Suatu debat politik mesti memahami publik sebagai subjek. Dengan demikian, publik mesti mengikuti debat itu secara kritis dan aktif bernalar. (Denni Pinontoan, 8/10/2024

Warisan Budaya Tak Benda Tradisi Pertanian di Motoling

Riane Elean

 


Judul:

Warisan Budaya Tak Benda Tradisi Pertanian di Motoling

Kepengarangan:

Denni H. R. Pinontoan

Penerbit:

Pusat Kajian Kebudayaan Indonesia Timur (PUKKAT)

Informasi/ Pemesanan:

pukkat.org@gmail.com

Sinopsis

Dokumentasi warisan budaya tak benda dalam tradisi pertanian di Motoling adalah bagian dari upaya pemajuan kebudayaan secara partisipatif.  Buku ini berisi deskripsi mengenai praktik pertanian di Motoling sebagai warisan budaya tak benda kebudayaan Minahasa secara lebih luas. Meskipun perubahan sudah sedang terjadi di masyarakat Motoling, dan tentu memberi  dampak pada praktik dan dan tradisi pertanian,  namun sebagai budaya tak benda budaya ini mewarisi pengetahuan luhur yang mesti didokumentasi dan dikembangkan. Di dalam buku ini diuraikan tentang praktik penataan dan pengolahan lahan, kemudian tradisi mulai dari membersihkan lahan hingga panen, serta tradisi dalam hal membaca dan menafsir peredaran bulan, dan juga hal-hal yang terdapat di lahan pertanian masyarakat Motoling.

Kata kunci

Motoling, Pertanian, Warisan Budaya Tak Benda